Abstract:
Penyimpangan seksual merupakan tingkah laku seksual yang tidak dapat
diterima oleh masyarakat dan tidak sesuai dengan tata cara serta norma agama, yang
mana cara untuk mendapatkan kenikmatan seksual ini dengan jalan yang tidak wajar
salah satunya adalah sodomi, sodomi ialah penyimpangan seksual terhadap pasangan
seks yang berjenis kelamin sama dimana hubungan seksual dilakukan melalui anus.
Tindak pidana kekerasan seksual (sodomi) ironisnya tidak hanya berlangsung di
lingkungan luar atau tempat-tempat tertentu yang memberikan peluang manusia
berlainan jenis dapat berkomunikasi, namun juga dapat terjadi di lingkungan
sekitar yang seharusnya menjadi tempat memperoleh perlindungan.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis yang mengarah kepada
penelitian yuridis empiris. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
penelitian di Kepolisian Resor Tanjung Balai. Alat pengumpul data adalah
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual
(sodomi) terhadap anak dapat dikenakan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 81 dan 82 UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 Tentang perlindungan Anak. Hambatan-hambatan Polres Tanjung
Balai dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana terhadap anak
adalah: 1) kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) di kepolisian masih minim
mengenai perlindungan terhadap anak, 2) Pihak pelapor yang kurang pro aktif
terhadap kepolisian, laporan dari pihak pelapor yang kurang lengkap serta
anggaran dan akomodasi yang masih minim. Upaya hukum Polsek Tanjung Balai
dalam menanggulangi tindak pidana sodomi terhadap anak adalah dengan: 1)
Upaya preventif yaitu mengajak masyarakat untuk bekerja sama melindungi
anakanak disekitar lingkungan mereka, mengajak masyarakat untuk berkoordinasi
jika melihat terjadinya tindak pidana kesusilaan terhadap anak agar segera
melapor kepada pihak yang berwenang, memberikan penyuluhan-penyuluhan
serta mengajak orang tua untuk lebih memperhatikan anak-anaknya, 2) Upaya
represif yang dilakukan adalah dengan menuntut pelaku tindak pidana sodomi
dengan ancaman hukuman yang paling tinggi sedangkan upaya reformatif adalah
dengan memperbaiki pelaku tindak pidana sodomi dengan ajaran agama sehingga
tidak mengulangi tindak pidana sodomi.