Abstract:
Seiring dengan perkembangan teknologi, dunia sastra kini tidak hanya dihadirkan
melalui tulisan, tetapi juga melalui visual, seperti film. Adaptasi novel ke film
(ekranisasi) semakin populer, terutama karena mampu menjangkau audiens yang
mungkin kurang gemar membaca namun tetap bisa menikmati karya sastra
melalui media film. Perbandingan antara novel dan film 172 Days, yang
mengisahkan perjalanan cinta dan hijrah tokoh Nadzira Shafa dan suaminya,
Ameer Azzikra, berdasarkan kisah nyata. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotika Roland Barthes, yang berfokus
pada analisis makna denotatif, konotatif, serta mitos. Tujuan utama penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi perbedaan dan persamaan dalam elemen naratif,
termasuk alur, karakterisasi, tema, dan pesan dalam novel serta film. Penelitian ini
juga mengkaji tanggapan dari audiens terhadap adaptasi novel ke film, serta
mengulas preferensi audiens Indonesia dalam menikmati karya sastra dan film.
Temuan penelitian ini memberikan pemahaman mengenai keunggulan dan
keterbatasan masing-masing medium dalam menyampaikan cerita, serta pengaruh
perbedaan medium terhadap interpretasi audiens terhadap cerita dan karakter.
Film 172 Days merupakan adaptasi dari kisah nyata kehidupan Nadzira Shafa dan
Ameer Azzikra. Film ini menggambarkan perjalanan spiritual dan cinta Nadzira,
yang setelah mengalami krisis keimanan pasca kematian ayahnya, terjebak dalam
kehidupan pesta dan narkoba. Dengan dukungan kakaknya, Bella, Nadzira
memutuskan untuk berhijrah dan mendalami agama. Dalam proses ini, ia bertemu
dengan Ameer Azzikra, putra ulama terkenal Ustadz Arifin Ilham, dan keduanya
menikah melalui proses ta'aruf. 172 Days dipuji karena menyampaikan pesan
pesan Islami tentang cinta, kesetiaan, dan keikhlasan, meski mendapat kritik
terkait penggambaran isu bunuh diri dan pernikahan dini. Penelitian ini
menggunakan analisis semiotika Roland Barthes untuk menelaah makna denotatif,
konotatif, dan mitos dalam novel dan film 172 Days, yang menunjukkan
perbedaan signifikan dalam penyampaian pesan. Novel memberikan ruang lebih
pada eksplorasi emosi melalui deskripsi, sedangkan film menggunakan visualisasi
untuk menyampaikan emosi dengan lebih langsung.