Abstract:
Lubuk larangan merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang berkembang
secara berkelanjutan pada masyarakat mandailing dalam memanfaatkan sumber
daya perikanan perairan sungai yang melintasi desa sekaligus menjadi sarana untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap pelestarian sumber daya. Saat ini,
keberadaan kearifan lokal masih dinilai hanya sebagai suatu hal yang unik dan patut
dilestarikan tidak cenderung dijadikan sebagai obyek wisata budaya. Dalam
konteks yang lebih luas, “lubuk larangan” dapat diartikan sebagai sumber daya alam
yang dimanfaatkan untuk memberikan bantuan sosial kepada masyarakatnya.
Misalnya, lubuk larangan perikanan yang menghasilkan ikan dapat dimanfaatkan
untuk memberikan bantuan kepada anak-anak yatim dan yatim piatu sebagai bentuk
santunan dalam menjaga dan memerhatikan mereka. Dengan memanfaatkan
sumber daya alam yang melimpah, pemerintah, lembaga atau organisasi masyarakat
dapat memberikan bantuan sosial kepada masyarakat secara berkelanjutan dan
berdampak positif bagi kesejahteraan mereka. Tradisi lubuk larangan sangat sarat
dengan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Salah satu nilai yang muncul dari tradisi
lubuk larangan dapat menciptakan kerukunan yang terjalin antar masyarakat.
Kebersamaan, kesepakatan dalam menetapkan pengelolaan lubuk larangan dalam
jangka panjang dapat memperkokoh nilai-nilai sosial pada masyarakat. Selain nilai
nilai kerukunan keberadaan lubuk larangan dapat meningkatkan kedisiplinan pada
masyarakat. Keberadaan lubuk larangan akan menuntut masyarakat untuk lebih
disiplin dalam mengelola dan menjaga lingkungan. Tradisi lubuk larangan juga
dapat menjadi lambang kemandirian ekonomi masyarakat