Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/9061
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorSitepu, Ayu Etha Rani-
dc.date.accessioned2020-11-09T02:14:54Z-
dc.date.available2020-11-09T02:14:54Z-
dc.date.issued2018-04-06-
dc.identifier.urihttp://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/9061-
dc.description.abstractKasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat mencakup beberapa hal yaitu penderitaan atau penelantaran rumah tangga, kekerasan secara fisik, kekerasan seksual bahkan kekerasan secara psikis. Terkait dalam membuktikan kekerasan psikis yang dialami korban KDRT sangat berbeda dengan KDRT fisik, seksual maupun penelantaran dalam rumah tangga, untuk membuktikan KDRT secara psikis mempunyai proses yang khusus dibandingkan dengan KDRT secara fisik maupun seksual, karena KDRT secara psikis ini harus dibantu oleh seorang dokter atau ahli psikiater dalam proses pembuktiannya untuk menentukan benar atau tidaknya seorang korban mengalami suatu tindak pidana kekerasan psikis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kedudukan, mekanisme dan hambatan psikiater dalam membuktikan kekerasan psikis korban KDRT pada tingkat penyidikan. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif analisis dan menggunakan jenis penelitian yuridis empiris, yang diambil dari data primer dengan melakukan wawancara dan data sekunder dengan mengelolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh gambaran bahwa kedudukan psikiater dalam membuktikan kekerasan psikis korban KDRT pada tingkat penyidikan diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagai salah satu alat bukti yang sah yaitu alat bukti “keterangan ahli” dan keterangan dari hasil pemeriksaan oleh ahli psikiater tersebut dituangkan dalam suatu surat yang disebut “Visum Et Repertum Psychiatrycum” yang dijadikan alat bukti “surat” oleh penyidik. Mekanisme psikiater dalam membuktikan kekerasan psikis korban KDRT melalui beberapa tahapan-tahapan yaitu dengan melakukan wawancara psikiatri terhadap korban, pemeriksaan status mental, penggunaan kuesioner dan menggunakan pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa III (PPDGJ III). Namun dalam melakukan pemeriksaan terhadap korban, penyidik dan psikiater memiliki hambatan dalam menentukan korban KDRT secara psikis dikarenakan bukanlah hal yang mudah, hambatan penyidik dan psikiater membutuhkan waktu yang lama, korban beralasan sudah kembali akur dengan pelaku dan kelemahan aturan dalam menentukan korban KDRT yang mengalami kekerasan psikis tersebut.en_US
dc.subjectKDRTen_US
dc.subjectKekerasan Psikisen_US
dc.subjectPembuktian Psikiateren_US
dc.titleKedudukan Psikiater Dalam Membuktikan Kekerasan Psikis Korban Kdrt Pada Tingkat Penyidikan (Studi Kasus di Polres Deli Serdang dan Rumah Sakit Bhayangkara TK II Medan)en_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SKRIPSI.pdf835.68 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.