Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/8050
Title: Pertanggung Jawaban Pidana Pelaku Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Tidak Dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 2379 K/Pid.Sus/2015)
Authors: Fhadly, Wira
Keywords: Pertanggungjawaban Pidana;Pengangkutan;Surat Keterangan;Hasil Hutan
Issue Date: 10-Oct-2019
Abstract: Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak apat dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya. Di Indonesia sudah menjadi fokus utama dalam rangka perlindungan hutan. Oleh sebab itu setiap orang yang ingin memanfaatkan hasil hutan seperti kayu termasuk mengangkutnya harus dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan, jika tidak maka pihak tersebut akan dikenakan sanksi pidana. Salah satu contoh kasus tindak pidana di bidang kehutanan terdapat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2379 K/Pid.Sus/2015. Pada putusan itu pelaku terbukti melakukan tindak pidana namun pada putusan tingkat pertama dan banding, putusan tidak sesuai dengan prinsip sanksi pidana minimal yang tertuang pada Pasal 83 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013, dan pada tingkat kasasi majelis hakim menambahkan putusan percobaan jadi terpidana tidak menjalani hukuman sebagaimana mestinya.. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui syarat-syarat dan sanksi pidana bagi pelaku pengangkutan hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan serta menganalisis putusan Mahkamah Agung Nomor 2379 K/Pid.Sus/2015. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif yang diambil dari data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa beberapa syarat untuk melakukan pengangkutan hasil hutan kayu ialah harus dilengkapi surat-surat perizinan yang dikeluarkan oleh Instansi/pejabat yang berwenang salah satunya berasal dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selanjutnya diketahui bahwa sanksi pidana bagi pelaku tersebut bisa dikenakan sanksi pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal lima tahun dan denda minimal lima ratus juta serta maksimal dua miliar lima ratus juta rupiah. Setelah putusan Mahkamah Agung Nomor 2379 K/Pid.Sus/2015 dianalisis didapati bahwa terdapat putusan majelis hakim yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, serta hakim tidak memperhatikan prinsip pidana minimal yang tertuang dalam Pasal 83 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
URI: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/8050
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SKRIPSI WIRA FHADLY.pdf893.26 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.