Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/7324
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorHasibuan, Muhammad Ryansyah-
dc.date.accessioned2020-11-04T02:36:04Z-
dc.date.available2020-11-04T02:36:04Z-
dc.date.issued2019-10-11-
dc.identifier.urihttp://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/7324-
dc.description.abstractDewan perwakilan daerah semenjak dibentuk banyak menuai kontroversi, dewan perwakilan daerah yang seharusnya menjadi penyalur suara masyarakat daerah tengah dibingungkan dengan masuknya kepentingankepentingan partai politik. Calon anggota dewan perwakilan daerah dalam pasal 63 huruf b Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003seharusnya tidak menjadi pengurus partai politik, hal ini ditujukan agar tidak adanya terjadi benturan kepentingan calon anggota sebagai anggota dewan perwakilan daerah dan anggota pengurus partai politik, akan tetapi setelah digantinya Undang-Undang tentang pemilu pasal tentang pelarangan calon anggota dewan perwakilan daerah merangkap sebgai anggota pengurus partai politik dihapus dan diganti. Hal tersebut seolah-olah memperbolehkan calon anggota dewan perwakilan daerah merangkap sebagai anggota pengurus partai politik, yang dimana jika hal ini diperbolehkan nantinya akan menimbulkan dualisme kepentingan dalam lembaga dewan perwakilan daerah. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yuridis normatif, yang dimana penelitian ini berorientasi pada analisis mengenai bahan-bahan hukum ataupun dokumen-dokumen yang bersangkutan dengan putusan mahkamah konstitusi yang berhubungan dengan dewan perakilan daerah. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah diteliti, aturan mengenai syaratsyarat calon anggota dewan perwakilan daerah sudah dinilai jelas oleh mahkamah konstitusi. Aturan yang menyatakan anggota dewan perwakilan daerah tidak boleh merangkap sebagai anggota pengurus partai politik sudah pernah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang pemilu, akan tetapi aturan tersebut diganti dan aturan baru tidak menjelaskan adanya larangan tersebut. Mahkamah konstitusi dalam memutus kasus tersebut mentakan bahwasanya hal tersebut bertentangan dengan konstitusi. Hal ini dikaji mahkamah konstitusi berdasarkan desain konstitusional dewan perwakilan daerah, relevansi masuknya partai politik dalam lembaga dewan perwakilan daerah dan putusan-putusan mahkamah konstitusi sebelumnya yang berkaitan. Permasalahan ini bisa timbul dikarenakan adanya tumpang tindih antara aturan lama dan aturan yang baru.en_US
dc.subjectMahkamah Konstitusien_US
dc.subjectDewan Perwakilan Daerahen_US
dc.subjectPartai Politiken_US
dc.titleAnalisis Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pelarangan Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Merangkap Sebagai Pengurus Partai Politik (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018)en_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SKRIPSI MUHAMMAD RYANSYAH HASIBUAN.pdf818.19 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.