Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/26525
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorPURBA, JUNIADI-
dc.date.accessioned2024-11-23T03:59:54Z-
dc.date.available2024-11-23T03:59:54Z-
dc.date.issued2024-09-12-
dc.identifier.urihttps://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/26525-
dc.description.abstractAnak menjadi korban kekerasan seksual tidak dibatasi oleh perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki maupun anak perempuan berpotensial menjadi korban dan sasaran dari kejahatan seksual yang berkembang di masyarakat. Namun jumlah anak yang menjadi korban kejahatan seksual biasanya lebih dominan anak perempuan karena anak perempuan lebih lemah, lebih tergantung, lebih mudah dikuasai dan diancam oleh pelaku kejahatan. Begitu banyaknya kasus kejahatan seksual yang terjadi terhadap anak, membuat pemerintah harus dengan sigap mengatasi berbagai kasus yang terjadi, salah satunya yaitu adanya Perlindungan bagi Anak. Metode penelitian menjelaskan seluruh rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka menjawab pokok permasalahan atau untuk membuktikan asumsi yang dikemukakan untuk menjawab pokok masalah yang penelitian dan membuktikan asumsi harus didukung oleh fakta-fakta lapangan dan hasil penelitian. implementasi pemberian restitusi bagi hak anak korban tindak kekerasan seksual sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan pengaturan tentang mekanisme pelaksanaan retitusi juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017. Peraturan tentang restitusi ini dibuat agar memudahkan anak korban untuk meminta ganti kerugian terhadap pelaku kejahatan tindak pidana kekerasan seksual. Tolak ukur untuk menghitung ganti kerugian secara materiil maupun secara immateriil, sehingga belum memenuhi jaminan terhadap hak-hak anak. Hambatan pemberian restitusi bagi hak anak korban tindak kekerasan seksual pemenuhan hak restitusi terhadap anak korban kekerasan seksual belum pernah diterapkan dikarenakan masih banyaknya kendala yang dialami oleh aparat penegak hukum. Kendala tersebut berupa kurangnya pengetahuan korban tentang hak restitusi tersebut yang mengakibatkan kelurga dan ahli waris membiarkan korban setelah terjadinya tindak pidana tersebut. Kendala selanjutnya menurut aparat penegak hukum jika restitusi tersebut diterapkan belum tentu restitusi tersebut dapat dipenuhi oleh pelaku dikarenakan rata-rata pelaku tindak pidana kekerasan seksual seorang yang dari segi ekonominya menengah ke bawah. Formulasi yang ideal pemberian bagi hak anak korban tindak kekerasan seksual Kejaksaan memiliki peran penting dalam melakukan pelaksanaan eksekusi restitusi sebagaimana yang telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dalam Undang Undang tersebut menjelaskan bahwa terdakwa yang tidak memenuhui pelaksanaan pembayaran restitusi maka Jaksa akan melaksanakan pelelangan terhadap harta tersebut dan apabila harta terdakwa tidak mencukupi dengan jumlah restitusi yang telah diputuskan oleh Pengadilan pembayaran kompensasi tersebut dibayarkan melalui dana bantuan korban.en_US
dc.subjectImplementasien_US
dc.subjectRestitusien_US
dc.subjectKekerasanen_US
dc.titleIMPLEMENTASI PEMBERIAN RESTITUSI BAGI HAK ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN SEKSUALen_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:Masters in Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
TESIS JUNIADI PURBA 2220010069.pdf2.68 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.