Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/26168
Title: | Eksistensi Perkawinan Pariban Dalam Suku Batak Toba Dilihat Dari Hukum Adat dan Hukum Perdata Di Indonesia (Studi di Desa Pasar Nainggolan Kabupaten Samosir) |
Authors: | Sentosa, Nadia |
Keywords: | Perkawinan Pariban;Suku Batak Toba;Hukum Adat;Hukum Perdata. |
Issue Date: | 31-Aug-2024 |
Publisher: | UMSU |
Abstract: | Perkawinan dalam adat Batak merupakan perkawinan eksogami, yaitu perkawinan antara orang Batak yang tidak memiliki marga yang sama. Seorang wanita yang telah dilamar dan dinikahi akan meninggalkan marganya dan mengikuti marga suaminya. Bertujuan untuk memperoleh dan melanjutkan garis keturunan anak laku-laki dari marga anak laki-laki, sesuai dengan sistem budaya Batak yang bersifat patrilineal, sistem kekerabatan patrilineal adalah sistem kekerabatan berdasarkan ikatan turun temurun melalui ayah yang menarik garis keturunannya dari pihak laki-laki dan terus ke atas. Patrilineal ditemukan di wilayah tradisional masyarakat Batak, masyarakat Bali, dan masyarakat Ambon. Perkawinan Batak Toba yang diperbolehkan yaitu anak perempuan kawin dengan paribannya (anak laki-laki dari kakak perempuan bapak). Perkawinan yang ideal bagi orang Batak Toba adalah perkawinan dengan Pariban. Dalam Undang-Undang Perkawinan adat Batak, terdapat perkawinan adat yang disebut dengan “Pariban”, yaitu dimana mempelai laki-laki dan mempelai perempuan memiliki hubungan keluarga sebagai sepupu kandung dengan marga yang berbeda. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Menurut Abdul Kadir Muhammad, penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti data skunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer dilapangan. Penelitian ini mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Proses penyelesaian sengketa perkawinan dalam Hukum Adat dan Hukum Perdata di Indonesia, yakni Penyelesaian sengketa adat ditentukan oleh nilai-nilai hukum adat, tokoh adat, dan kelembagaan adat. Nilai-nilai hukum adat merupakan kaidah atau norma yang dipedomani masyarakat adat dalam berperilaku. Baik dan buruknya perilaku seseorang di masyarakat dapat dilihat dan dinilai dari pengamalan nilai-nilai adat tersebut. Seseorang dikatakan baik jika mampu mentaati dan menjaga nilai-nilai adat, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, nilai-nilai adat oleh tokoh adat dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas menyelesaikan perselisihan di masyarakat. |
URI: | https://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/26168 |
Appears in Collections: | Legal Studies |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
SKRIPSI_NADIA SENTOSA_2006200108.pdf | 908.81 kB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.