Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/23446
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorFirwana, Said-
dc.date.accessioned2023-11-29T10:20:14Z-
dc.date.available2023-11-29T10:20:14Z-
dc.date.issued2023-08-22-
dc.identifier.urihttp://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/23446-
dc.description.abstractPasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan dampak yang cukup signifikan bagi ketatanegaraan Indonesia. Karena sebelum amandemen, MPR adalah lembaga negara tertinggi yang dapat memilih Presiden dan/Wakil Presiden, sebagaimana amanat pada Pasal 6 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945. Pasca amandemen, ketentuan pada Pasal 6 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 berubah mengenai syarat-syarat menjadi Presiden dan/Wakil Presiden. Ini menjadikan MPR tidak lagi memiliki kewenangan dalam memilih presiden dan wakil presiden melainkan dipilih oleh kepada rakyat sebagaimana amanat Pasal 6A ayat 1 pasca amandemen. Setelah dilakukan pemilihan oleh rakyat, presiden dan/wakil presiden dilantik oleh MPR berdasarkan Surat Keputusan tentang penetepan pasangan calon terpilih Presiden dan/wakil presiden yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Maksud dan tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis data sekunder dalam hal terkait dengan kewenangan MPR dalam melakukan pelantikan Presiden dan wakil presiden pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945, maka jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, yang sifatnya adalah deskriptif. Data yang dianalisis ialah data sekunder, yang dimana data sekunder ini hanya menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier, sedangkan alat pengumpul datanya adalah studi dokumen, selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif. Kewenangan untuk melakukan pelantikan Presiden dan/atau Wakil Presiden telah membuat posisi MPR bertentangan. Praktiknya, proses pelantikan tersebut hanya dimaknai sebagai proses untuk mendengarkan Presiden dan/atau Wakil Presiden membacakan sumpah dan janji jabatannya tanpa ada yang membimbing sebagaimana mekanisme pelantikan yang dilakukan oleh Presiden kepada para menterinya. Dalam hal pelantikan presiden dan/wakil presiden MPR harus memperkuat posisinya sebagai pelantik. Hal ini dapat dilakukan dengan menambhakan tugas MPR pada pelantikan tersebut yang berupa pembimbingan pembacaan sumpah dan janji jabatan presiden dan/wakil presiden.Tindakan untuk penglegitimasian terhadap jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden yang dilantik harus dilindungi melalui sebuah produk hukum yang dilahirkan oleh MPR, yakni TAP MPR. Karena SK KPU yang dibacakan oleh MPR pada saat pelantikan Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya merupakan penetapan terhadap Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dari hasil pemilihan umum bukan penetapan terhadap seseorang dalam menduduki jabatan tersebuten_US
dc.publisherUMSUen_US
dc.subjectMPRen_US
dc.subjectPelantikanen_US
dc.subjectPresiden dan Wakil Presidenen_US
dc.titleKEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM MELAKUKAN PELANTIKAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PASCA AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945en_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SKRIPSI - SAID FIRWANA -1606200374.pdf2.62 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.