Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/17008
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorHARAHAP, YUHRIANASARI BR-
dc.date.accessioned2021-12-09T01:52:00Z-
dc.date.available2021-12-09T01:52:00Z-
dc.date.issued2021-
dc.identifier.urihttp://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/17008-
dc.description.abstractKasus penetapan tersangka terhadap 6 orang anggota laskar FPI adalah kasus yang menjadi perbincangan bagi masyarakat karena 6 orang tersebut sudah meninggal dunia tetapi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik kepolisian. Penetapan tersangka pada umumnya ditetapkan setelah melalui proses penyelidikan lalu diserahkan kepada penyidik dan setelah dilakukan analisis atau pemeriksaan maka ditetapkan status tersangka. Padahal dapat dilihat dalam Pasal 77 KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa “kewenangan menuntut hapus jika tertuduh meninggal dunia”. Selain Pasal 77 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana, penyidik semestinya memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 April 2015, menyebutkan sebelum menetapkan tersangka, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka (saksi/terlapor). Maka dari itu dalam penelitian ini membahas bagaimana proses penetapan tersangka dalam perkara pidana yang kemudian dicari tahu bagaimana keabsahan penetapan tersangka terhadap orang mati dan dampak hukum yang terjadi akibat penetapan tersangka tersebut. Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan normatif, dan sumber data primer dan sekunder beserta ayat suci AlQuran, dan juga studi pustaka sebagai data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, proses penetapan tersangka harus melalui beberapa mekanisme antara lain penyelidikan dan penyidikan, setelah serangkaian kegiatan tersebut dilakukan dan ditemukan 2 alat bukti maka dapat menetapkan tersangka dengan gelar perkara terlebih dahulu. Keabsahan penetapan tersangka terhadap 6 anggota laskar FPI yang sudah mati telah melanggar ketentuan hukum acara pidana, hal ini bertentangan asas Geen Start Zonder Schuld, Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, serta putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 April 2015, karena telah kehilangan subjek hukumnya. Serta tujuan hukum acara pidana dan konsep negara hukum pancasila. D ampak terhadap penetapan tersangka 6 anggota laskar FPI adalah tercemarnya nama baik tersangka ataupun keluarga serta mempengaruhi efektifitas penegakan hukum.en_US
dc.titlePENETAPAN TERSANGKATERHADAP ORANG MATI DALAM PROSES PENYIDIKAN (Analisis Kasus Terhadap 6 Orang Laskar FPI)en_US
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
YUHRIANASARI BR HARAHAP NPM 1706200280.pdfFull Text1.49 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.