Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/16966
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorSalimah-
dc.date.accessioned2021-12-06T17:47:26Z-
dc.date.available2021-12-06T17:47:26Z-
dc.date.issued2018-08-06-
dc.identifier.urihttp://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/16966-
dc.description.abstractUndang-undang No.21 Tahun 2007 adalah suatu peraturan yang mengatur tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau disebut juga Human Trafficking. Kejahatan perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia, perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Undang-undang TPPO ini menegaskan menentukan hukum pidana bagi pelaku Trafficking, diharapkan Undang-undang TPPO ini dapat mengurangi kejahatan trafficking yang terjadi di Indonesia terutama di Jakarta adalah Ibu Kota dan Pusatnya Pemerintahan Indonesia. Jakarta juga memiliki tingkat kejahatan yang sangat tinggi, terutama kejahatan trafficking yang terjadi terhadap anak sebagai korban trafficking. Kejahatan trafficking bukan hanya terjadi terhadap orang dewasa saja tetapi anak-anak juga menjadi korban kejahatan trafficking, terhadap mereka yang sebagai pelaku kejahatan trafficking tersebut diancam dengan hukuman pidana penjara dan denda, serta dihukum untuk membayar biaya restitusi bagi korban trafficking. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif dengan menggunakan pendekatan normatif (legal research) untuk memperoleh data sekunder dan pendekatan empiris (yuridis sosiologis) untuk memperoleh data primer melalui penelitian lapangan (field research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-undang No.21 Tahun 2007 tentang kejahatan trafficking pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.885/Pid.Sus/2014/PN.JKT.PST Tgl. 27 Agustus 2014, belum terlaksana dan belum memenuhi rasa keadilan. Struktur hukum yang sudah diatur sebagai payung hukum penal guna menjerat pelaku kejahatan dalam memaksimalkan hukum untuk memberikan efek jera, melalui proses pemeriksaan ditingkat, Polisi, Jaksa dan Hakim di Pengadilan, sedangkan dan non penal dalam penanggulangan kejahatan diluar hukum pidana yaitu dalam upaya pencegahan dan upaya perlindungan bagi korban kejahatan trafficking. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Pemerintah Kabupaten bersama-sama menyelenggarakan upaya pencegahan, penghapusan dan penanggulangan trafficking melalui pembentukan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID). Akan tetapi fakta di lapangan lembaga-lembaga tersebut tidak berperan aktif dalam masalah anak dan perempuan.en_US
dc.subjectPenegakan Hukumen_US
dc.subjectAnak Sebagai Korbanen_US
dc.subjectKejahatan Traffickingen_US
dc.titlePenegakan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kejahatan Perdagangan Orang (Human Trafficking) (Studi Kasus Putusan No.885/PID.SUS/2014/PN.JKT.PST)en_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:Masters in Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
TESIS SALIMAH.pdf1.55 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.