Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/15131
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorPane, MHD Gigih Fachrizal-
dc.date.accessioned2021-06-03T07:46:12Z-
dc.date.available2021-06-03T07:46:12Z-
dc.date.issued2021-05-04-
dc.identifier.urihttp://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/15131-
dc.description.abstractPasal 7B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) mengatur tentang mekanisme pemberhetian atau pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR, tentang dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden seperti melakukan penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD NRI 1945. Proses selanjutnya apabila putusan MK membenarkan usul DPR maka diteruskan ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang memutuskan dapat atau tidaknya Presiden dan/atau Wakil Presiden dimakzulkan Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mencari dan meneliti alasan dilakukannya amandemen terhadap UUD NRI 1945 mengenai pasal pemakzulan, serta mencari dan meneliti sifat putusan MK terkait dengan pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD NRI 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan data-data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier kemudian disajikan menggunakan pendekatan perundang-undangan dimana data-data tersebut dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa yang menjadi alasan dimasukkannya pasal mengenai pemakzulan pada amandemen ketiga UUD NRI 1945 adalah untuk memberi kepastian hukum mengenai pemakzulan, karena sebelum amandemen tidak ada pengaturan yang terperinci yang mengatur tentang pemakzulan. Ditemukan pula bahwa sifat putusan MK terkait impeachment adalah hanya sebagai pertimbangan bagi MPR. Tidak ada aturan mengikat yang mengharuskan MPR untuk mengikuti putusan MK. Jadi bisa saja putusan MK dianulir oleh MPR melalui sidang paripurna MPR Disarankan agar putusan akhir mengenai pemakzulan yang diusulkan oleh DPR berada di Mahkamah Konstitusi (MK) saja, sedangkan MPR hanya menjalankan putusan MK. Adapun cara untuk merealisasikan saran tersebut adalah dengan melakukan amandemen kelima terhadap UUD NRI 1945.en_US
dc.publisherUMSUen_US
dc.subjectPenelitian Hukumen_US
dc.subjectPemberhentian Presiden atau Wakil Presidenen_US
dc.subjectPutusan Mahkamah Konstitusien_US
dc.titlePemberhentian Presiden Dalam Masa Jabatan Prespektif Ketatanegaraan Republik Indonesiaen_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SKRIPSI MUHAMMAD GIGIH FACHRIZAL PANE.pdf801.88 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.