Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/14062
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorRismita, Auliana-
dc.date.accessioned2020-11-23T05:07:17Z-
dc.date.available2020-11-23T05:07:17Z-
dc.date.issued2020-11-06-
dc.identifier.urihttp://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/14062-
dc.description.abstractBerdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, pandemic corona virus disease 2019 telah berdampak di bidang ketenagakerjaan yang mencatat sampai dengan tanggal 31 Juli 2020 terdapat lebih dari 3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu) pemutusan hubungan kerja. Beragam tulisan tersebar di berbagai media, baik cetak, elektronik maupun internet membahas pro dan kontra pemutusan hubungan kerja terdampak pandemic corona virus disease 2019 sebagai keadaan memaksa (force majeur) atau efisiensi. Perbedaan pendapat disebabkan tiada terdapat defenisi yuridis dan ruang lingkup dari keadaan memaksa (force majeur) dan efisiensi dalam Pasal 164 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga belum memberikan kepastian hukum dalam tatanan normatif dan penegakan hukumnya. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus yang diambil dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pandemic corona virus disease 2019 tidak memenuhi kriteria keadaan memaksa (force majeur), karena keadaan memaksa (force majeur) merupakan situasi yang disebabkan bencana alam sedangkan pandemic corona virus disease 2019 merupakan bencana nonalam sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan perusahaan melakukan efisiensi yang diatur dalam Pasal 164 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan ketentuan pandemic corona virus disease 2019 berdampak perusahaan tutup permanen dengan persyaratan didahului oleh beberapa tahapan upaya, yaitu: mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur, mengurangi shift, membatasi atau menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja, meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu, tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, memberikan pensiun bagi yang memenuhi syarat, sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011 tanggal 20 Juni 2012. Apabila pengusaha mempergunakan keadaan pandemic corona virus disease 2019 untuk melakukan pemutusan hubungan kerja secara tidak sah, maka pekerja dapat melakukan tuntutan dalam gugatannya dengan memuat tuntutan yang bersifat alternatif yaitu: menuntut agar dipekerjakan kembali atau menuntut hak-hak sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.en_US
dc.subjectHak Pekerjaen_US
dc.subjectPemutusan Hubungan Kerjaen_US
dc.subjectPandemic Corona Virus Disease 2019en_US
dc.titleHak Pekerja Atas Pemutusan Hubungan Kerja Yang Disebabkan Keadaan Pandemic Corona Virus Disease 2019en_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SKRIPSI AULIANA RISMITA .pdf2.2 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.