dc.description.abstract |
Ambang batas parlemen adalah ambang batas persyaratan minimal harus
diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi di parlemen. Ambang batas
parlemen pertama kali diterapkan di Indonesia pada pemilu 2009 setelah
penerapan electoral threshold dinilai tidal efektif. Tujuan diterapkannya ambang
batas parlemen adalah untuk menyederhanakan partai politik parlemen agar
menghasilkan sistem multipartai sederhana guna memperkuat sistem presidensil.
Permasalahan ambang batas parlemen muncul apabila tidak mampu untuk
menyederhanakan partai pada sistem presidensil. Pada tahun 2023, Mahkamah
Konstitusi menyatakan bahwa angka ambang batas parlemen sebesar 4% adalah
konstitusional bersyarat dan harus dilakukan perubahan oleh lembaga pembentuk
undang-undang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penyederhanaan
ambang batas parlemen dalam penguatan sistem presidensil, untuk mengetahui
relasi antara penyederhanaan partai politik dengan sistem presidensil, dan untuk
mengetahui pertimbangan Mahkamah Konstitusi pada putusan Mahkamah
Konstitusi tentang ambang batas parlemen yang dinyatakan konstitusional
bersyarat. Jenis penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan
bahan hukum utama dengan cara membandingkan dan menganalisis yang
berkaitan dengan Penguatan Sistem Presidensil dengan Penyederhanaan Partai
Politik Parlemen dengan Memaksimalkan Angka Ambang Batas Parlemen.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa selama ini ambang batas parlemen
selalu mengalami perubahan pada setiap pemilu, dimulai pada pemilu pertama
kali hingga pemilu tahun 2024. Pola untuk mencapai tujuan penyederhanaan
partai politik parlemen guna memperkuat sistem presidensil adalah dengan
menaikan angka ambang batas parlemen. Selanjutnya, terdapat hubungan antara
penyederhanaan partai politik dengan sistem presidensil. Jika jumlah partai politik
yang memperoleh kursi di parlemen sedikit, maka sistem presidensil menjadi
efektif dan stabilitas pemerintahan tetap terjaga. Namun jika jumlah partai yang
melewati ambang batas tersebut banyak maka pengambilan kebijakan akan
mempengaruhi stabilitas pemerintahan, sehingga akan banyak terjadi konflik
kepentingan, dan stabilitas pemerintahan menjadi tidak stabil.Terakhir, berkaitan
dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan angka ambang batas
parlemen 4% adalah konstitusional bersyarat. Mahkamah membuktikan bahwa
inkonsistennya putusan Mahkamah untuk memutus ketentuan hukum. Mahkamah
mengambil posisi teraman dengan mengembalikan kepada lembaga pembentuk
undang-undang untuk menentukan Kembali besaran angka ambang batas
parlemen. Selain itu, putusan a quo juga berdampak pada sisi politis, pembentuk
undang-undang, dan masa depan sistem kepartaian dan sistem presidensil. |
en_US |