Abstract:
Pendahuluan: Disfungsi ereksi merupakan suatu kondisi di mana terdapat
ketidakmampuan yang konsisten atau berulang untuk mempertahankan atau
mencapai ereksi yang cukup untuk kepuasan seksual. Untuk menilai disfungsi
ereksi, digunakan kuesioner yang dikenal sebagai International Index of Erectile
Function (IIEF). Pada pasien Benign Prostatic Hyperplasia, kemampuan untuk
mencapai ereksi dan ejakulasi sering kali menurun, yang dapat berdampak pada
kualitas hidup. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan gangguan yang
terjadi pada kelenjar prostat yang mengalami hiperplasia jinak sel otot polos
prostat dan sel stroma prostat. Pengobatan untuk pasien BPH dapat dilakukan
dengan terapi medikamentosa dan pembedahan. Terapi medikamentosa umumya
menggunakan -blocker sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan 5-
reductase inhibitors (s-ARIs) sebagai terapi lini pertama. Kombinasi tamsulosin
dan dutasteride memberikan manfaat terapeutik yang lebih efektif untuk BPH,
meskipun dengan efek samping seksual yang lebih tinggi. Namun, secara
signifikan terapi kombinasi ini dapat mengurangi risiko progresi gejala BPH dan
kejadian retensi urin akut dibandingkan dengan monoterapi tamsulosin. Metode:
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain analitik
retrospektif yang menggunakan pendekatan cross-sectional yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi yang dilaksanakan di bagian urologi RSU Putri
Bidadari Stabat dan RSU Bidadari Binjai. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh didapatkan 68 sampel, kemudian didapatkan hasil 0,001 (p-value
<0,05) yang bermakna terdapat perbedaan yang signifikan antara pengobatan
tunggal tamsulosin dan pengobatan kombinasi (tamsulosin-dutasteride) dengan
kejadian disfungsi ereksi pada pasien BPH. Kesimpulan: terdapat perbedaan
disfungsi ereksi pada pasien BPH yang mendapatkan pengobatan tunggal
tamsulosin dan pengobatan kombinasi (tamsulosin-dutasteride)